top of page
Search

Sudahkah Engkau Mengosongkan Dirimu?


ree

Photo | Freepik.com


Tepat tanggal 8 Desember 2021 lalu aku menghadiri kelas terakhir di semester ini, kelas filsafat musik gereja. Yang aku bahas di tulisan ini gak ada hubungannya dengan musik gereja sih wkwk, tetapi dosen mata kuliah ini memberikan impresi yang dalam mengenai suatu hal... yang akan kujelaskan sekarang.


Pada waktu itu aku sudah ga ada niatan lagi untuk ikut kelas karena sebenarnya minggu minggu itu adalah masa-masa UAS. Jadi aku masuk ke kelas dalam keadaan setengah hati, setelah itu ditambah lagi, aku sudah lama tidak pernah duduk bersama teman-temanku yang duduk biasanya di daerah belakang, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk duduk di belakang juga, di sebelah mereka tepatnya.


Perihal simpel seperti ini rupanya menjadi satu hal yang mengganjal di hati dosen. Ketika kelas hampir dimulai, dari 15 anak mungkin hanya 2 anak saja yang berada di depan, sehingga akhirnya dosennya menyuruh kita maju. Berhubung saya sudah malas #janganditiru, aku gak maju ke depan sampai akhir kelas sih, tetapi ada juga beberapa temanku yang memutuskan pindah duduk ke daerah depan.


Lalu dosen ini seperti biasa suka bercerita memang, tapi kali ini dia menceritakan tentang integritas diri kita yang dipertanyakan karena semua duduk di belakang. "Kok pada pingin di belakang apakah ada alasan yang masuk akal, dst? Apa cuman mengikuti yang lain dsb?" Kemudian beliau berkata kalau misalnya dosennya minderan pasti ketika semuanya duduk di belakang, dosen ini bisa berpikir aneh aneh, apakah belum mandi jadi semua menjauh, apakah ini, apakah itu, dan seterusnya (overthinking). Beliau berkata demikian, meskipun aku tau dia tidak mudah tersinggungan. Dia mengingatkan kita, "Kalau kita diginikan apa mau?" Enggak juga kan... kemudian "Bagaimana bentuk respek kamu sama dosen yang lain? Kalau dosennya minderan kamu gitukan, gimana?" Semacam itu.


Setelah kurang lebih beliau menjelaskan seperti hal di atas, dia kemudian menjelaskan bagaimana sebaiknya kita harus menganggap seseorang lebih penting dari pada diri sendiri, ia membacakan ayat di dalam kitab Filipi.


Aku lupa dia bacakan ayat berapa saja, tapi aku akan meletakkan beberapa ayat yang seingatku ia bacakan di depan kelas:

Filipi 2:1-8 (TB)

1 Jadi karena dalam Kristus ada nasihat, ada penghiburan kasih, ada persekutuan Roh, ada kasih mesra dan belas kasihan, 2 karena itu sempurnakanlah sukacitaku dengan ini: hendaklah kamu sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, 3 dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; 4 dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga. 5 Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, 6 yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, 7 melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. 8 Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.


Nah, salah satu bentuk menganggap orang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri yaitu dengan menghargai guru yang ada. Aku juga baru sadar kalau tingkah laku-ku dengan berduduk belakang itu sebenarnya bisa buat dosen tertentu minder. Di situ aku sadar, tapi masih terlalu malu untuk maju ke depan. Toh sebenarnya kalau duduk di depan lebih dapet banyak benefitnya: untuk aku yang berkacamata, lebih kelihatan jelas, untuk aku yang kurang tajam pendengarannya bisa dengar lebih jelas, kan gitu? (Meskipun memang di belakang dapet angin dari AC wkwk, tapi.... yaudah...:v(?)).


Setelah itu, dosen ini menceritakan tentang masa-masa dia dulu mengambil kuliah teologi di Singapura, di mana dia harus kalau ga salah waktu malam/subuh2 mendorong gerobak sampah yang ukurannya besar dan ofc bau sampah sendirian, sehabis gitu besok pagi mengembalikan kembali gerobak sampahnya. Dia berkata kalau pada awalnya semua hal itu gak nyaman, tapi akhirnya dia memutuskan untuk menggunakan kegiatan tersebut sebagai latihan rohani-nya untuk mengosongkan diri, untuk merendahkan hati, untuk melakukan yang terbaik dari hal terkecil secara tulus.


Kalau mengingat lagi (ya aku harus mengingat2nya karena sekarang lagi karantina dan karantina membuatku lupa waktu -,-!!! ok back to topic!), malam ini adalah malam natal. Natal adalah mengingat di mana Yesus yang adalah Allah lahir menjadi seorang manusia, seorang bayi mungil. Melalui natal kita diingatkan mengenai suatu hal yang luar biasa di mana Allah menjadi manusia, menjadi penyelamat bagi manusia. Pantas saja selama natal, kita selalu diingatkan akan Kasih, Pengharapan, Sukacita, dan seterusnya.... tetapi tidak bisa dipungkiri, natal justru adalah awal mula penderitaan Kristus. Kalau kita mengingat akan kelahiranNya, haruslah kita juga mengingat akan kematian-Nya. Semuanya adalah bentuk diri-Nya mengosongkan diri untuk taat kepada kehendak Bapa. Di dalam kehidupan Yesus pun, dipenuhi dengan berbagai penderitaan, hingga puncaknya yaitu pada kayu salib......Dari awal hingga akhir, semuanya adalah bentuk penyerahan diri-Nya, pengosongan diri-Nya karena kasih-Nya pada umat berdosa!!! Wow!!


Jadi sebenarnya... sudah seharusnya natal tidak hanya membuat kita bersukacita, tetapi membuat kita juga sekaligus berefleksi dan melakukan intropeksi diri. Sudahkah kita mengosongkan diri seperti Dia?


Mengosongkan diri.. menganggap yang lain lebih penting.. aku rasa itu bukan hal yang mudah, bila dihitung di dalam tahun ini sudah bisa dipastikan perbuatanku yang mementingkan diriku sendiri lebih banyak daripada perbuatanku yang mementingkan orang lain, pardon me O Lord....

Yuk... kita sama-sama belajar... mengosongkan diri... seperti Yesus...

semua dapat dimulai dari tindakan yang kelihatannya paling remeh dan perkara kecil..


Namun.. sebelum kita belajar mengosongkan diri seperti Kristus, sebelum itu ada hal yang tidak boleh terlewatkan, apakah Yesus sudah mendapat tempat yang istimewa, satu-satunya di dalam hatimu...?

Barulah kemudian anda bisa belajar mengosongkan diri dengan meneladani-Nya.....


Selamat natal 2021.

Setiap natal di tiap tahun memiliki kesannya masing-masing, tetapi pesannya tetap sama... yaitu tentang Yesus. :)

 
 
 

Comments


I Sometimes Send Newsletters

Thanks for submitting!

bottom of page