top of page
Search

Anugerah Bahagia bagi Manusia yang Meratap

Updated: Jun 23, 2023



02/11/22

Hari ini saya belajar bahwa di dalam beribadah, manusia harus dilibatkan secara utuh. Kehidupan individual manusia mencakup konteks berlapis, seperti: sosial, ekonomi, politik, teman, keluarga, bangsa, kesehatan, dsb. Kesatuan dari tiap konteks ini kemudian dapat membuat manusia senang ataupun tidak senang. Kesenangan maupun ketidaksenangan ini kemudian bisa membuat manusia semakin dekat dengan Allah maupun semakin menjauh dari-Nya. Terkait dengan hal ini, siapa saja di dalam ibadah bisa datang dalam keadaan baik maupun tidak baik, sedang menjauh atau mendekat pada Allah. Mengingat hal ini, menjadi penting supaya tidak menghilangkan unsur pergumulan dan kerapuhan manusia di dalam ibadah. Dari pembelajaran hari ini, terdapat kalimat menarik yang saya dapat dari kelas hari ini, berikut bunyinya, “melepaskan pergumulan dan persoalan yang sedang dihadapi demi mendekat kepada Allah merupakan bentuk pengabaian akan keberadaan manusia yang utuh.” Saya belajar bahwa justru liturgi bisa menjadi sarana bagi manusia agar bisa dibantu untuk datang kepada Tuhan dengan segala keterbatasan, kelemahan, dan kerapuhannya. Di situlah manusia bisa jujur dan menjadi apa adanya di hadapan Allah sehingga kemudian, ia bisa mendapatkan kelegaan dan damai sejahtera dari Allah yang sempurna.


Saya mengaitkan pembelajaran hari ini dengan teks Matius 5:1-12. Matius 5:1-12 menceritakan bagaimana pada saat itu ada banyak orang berbondong-bondong mengikuti Yesus dari berbagai tempat. Pada saat itulah, Yesus naik ke atas bukit dan mulai mengajar mereka. Dalam hal ini, Yesus mengatakan beberapa kalimat berbahagia. Ia mengawalinya dengan mengatakan bahwa berbahagialah orang yang miskin, karena mereka yang empunya Kerajaan Sorga; yang berdukacita, karena akan dihibur; yang lemah lembut, karena akan memiliki bumi; yang lapar dan haus akan kebenaran karena akan dipuaskan; yang murah hatinya karena akan beroleh kemurahan; yang suci hatinya karena akan melihat Allah; yang membawa damai, karena akan disebut sebagai anak-anak Allah; yang dianiaya sebab kebenaran karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga; serta yang dicela dan dianiaya dan difitnah, sebab upahnya besar di sorga.


Dalam hal ini, Yesus sebagai Yang Mengetahui Segala, melihat dengan mata kasih-Nya kepada setiap orang yang pada saat itu mendengar-Nya. Orang-orang banyak -selayaknya manusia pada umumnya- pasti memiliki pergumulan yang berbeda-beda dan begitu kompleks. Namun, pada saat inilah Yesus menyampaikan berita bahagia Kerajaan Allah! Yesus tidak menghilangkan seluruh pergumulan, penderitaan, dan kerapuhan kehidupan manusia! Yesus mengajak mereka untuk merengkuh kesulitan tersebut dan menjanjikan mereka bahwa mereka akan berbahagia. Namun memang janji kesejahteraan dan kebahagiaan ini hanya didapat ketika orang yang mendengar tersebut mau memiliki relasi intim dengan Kristus dan Firman-Nya serta mau menerima Kerajaan Allah itu sendiri. Terkait realita kehidupan tiap individu yang hadir saat mendengar ucapan berbahagia Yesus, Yesus tidak memaksa mereka untuk melupakan segala kesedihan mereka untuk dengan buta memaksa untuk bersukacita! Sukacita dan bahagia yang Yesus berikan jelas berbeda dengan yang dunia berikan. Sukacita yang Yesus berikan adalah dengan pertama-tama merengkuh kesulitan kemanusiaan itu, namun juga menerima anugerah Allah untuk dapat menikmati kebahagiaan dan sukacita yang adalah anugerah dan berkat Allah di tengah realita kehidupan tersebut.


Demikian halnya di dalam kehidupan peribadahan kita sebagai orang percaya. Ketika kita beribadah kepada Allah, Kristus melihat kita apa adanya, Ia justru ingin kita bertemu dengan-Nya dalam keapa-adaan kita. Bila ditarik lebih jauh bahwa Kristus melihat kita apa adanya kita, maka di dalam kehidupan aktual, kita harus belajar melihat dan menerima diri kita apa adanya (jujur terhadap keadaan diri). Setelah kita belajar untuk menerima diri, maka tidak berhenti sampai di situ, di dalam realita keberadaan diri kita yang entah sedih maupun senang, kita bisa belajar untuk berelasi dengan Kristus dan mengikuti Firman Tuhan. Barulah ketika kita berelasi dengan Allah Sumber Bahagia dan mengikuti Firman Tuhan maka kita bisa merasakan kebahagiaan yang luar biasa. Kebahagiaan dunia hanya sementara dan tidak memulihkan, makin membuat kosong, sedangkan kebahagiaan dari Allah memulihkan keberadaan manusia yang luka, penuh kerapuhan, dan tidak berdaya serta memampukannya untuk bersukacita di dalam ratapan. Perjumpaan dengan Allah sebagai Realita Ultimat inilah yang memampukan manusia-manusia milik-Nya untuk menghadapi realita kehidupan yang tidak mudah!


Demikian juga ketika kita menghidupi kehidupan sebagai hamba Tuhan, tidak perlu kita menjaga image kita sempurna di hadapan jemaat dalam berbagai bidang (berpura-pura). Latihlah yang menjadi kemampuan dan kelebihan diri, akuilah kalau memang dalam hal tertentu merupakan kelemahan kita. Dalam hal ini jemaat belum tentu mengerti, tidak apa. Justru seorang gembala yang tidak sempurna ini telah mengajarkan hal penting bagi jemaat perihal otentisitas dan keutuhan menjadi manusia ketika gembala tersebut menjadi apa adanya. Sekarang kita menjadi mengerti bahwa Kristus telah melihat kedalaman dan kebutuhan setiap manusia yang mau datang menyembah-Nya serta tidak meniadakannya. Mengingat Kristus adalah pemimpin ibadah kita yang sejati, maka ketika kita sebagai pelayan Tuhan diberikan kesempatan untuk memimpin jemaat berjumpa dengan Tuhan, maka selayaknya kita merangkai liturgi dengan melibatkan kerapuhan dan pergumulan manusia di dalamnya. Memang sebagai pemimpin liturgi, kita adalah manusia yang juga terbatas. Namun, Kristus oleh kuasa Roh Kudus pasti bisa menyentuh setiap kedalaman hati manusia yang rindu menyembah-Nya.


Berkaitan dengan hal ini juga di dalam komunitas Allah. Komunitas Allah juga bisa berperan untuk membuat lingkungan yang bisa membiarkan sesamanya menjadi manusia seutuhnya. Komunitas Allah saling mengingatkan untuk melatih diri agar tidak mudah menghakimi, mau mengerti, peduli terhadap sesama. Dari sinilah, ketika salah satu individu dari komunitas tersebut merasakan duka dan bergumul dalam kerapuhan kemanusiaannya, mereka bisa saling bergumul dan menguatkan. Mereka bisa menangis bersama. Mereka yang menangis berkumpul berharap dan menantikan janji Allah yang memberikan mereka kebahagiaan, maka Allah sumber kebahagiaan tersebut akan menganugerahkan sukacita dan bahagia yang lebih nyata dari sebelumnya. Mereka menangis bersama di hadapan Allah, di hadapan Allah Sumber Bahagia itulah juga mereka bisa tertawa bersama! Di dalam komunitas Allah tersebut itulah, anugerah bahagia dari Allah dinyatakan.

 
 
 

Comments


I Sometimes Send Newsletters

Thanks for submitting!

bottom of page